Kisah

Sabtu, 28 Januari 2012

Recalled Some Forbidden Memories

Hari ini tidak ada hujan...
Itu artinya tidak ada kamu bergelayut dalam benakku. Seharusnya, hari ini aku bisa tenang, memikirkan mimpi-mimpi baru yang bisa aku wujudkan satu-persatu. Menelaah setiap sisi hidup yang belum sempat aku jelajahi bersamamu.

Sewajarnya adalah, kamu tidak terlintas sama sekali di pikiranku yang sedikit gila ini. Tetapi kamu datang lagi, ketika aku tak ingin kamu datang.Kamu datang lagi, ketika aku sudah mulai tenang. Kamu datang lagi, ketika aku mulai bisa membangun kepercayaan dari hatiku sendiri bahwa kaummu tidak selalu seperti dirimu.

Yah, kamu datang lagi, dalam sosok yang lain, membawa mimpi yang sama seperti waktu itu, lalu menghempaskannya begitu saja.

Ingatan itu, sekali lagi aku sangat tidak ingin mengingatnya. Walau sampai harus terisak seharian tanpa henti, aku tak ingin lagi mengingatnya. Untuk apa kamu datang? Semua ini hanya akan menjadikan ritme jiwaku fluktuatif dalam ketidakmampuan apa-apa.

Sepertinya kegilaanku semakin bertambah, karena ternyata kamu tidak datang sendiri....

Tuhan, Engkau punya waktu untukku kan? Aku hanya minta sedikit waktuMu, aku hanya ingin diam dalam kesunyian berdua, berlama-lama denganMu, walau aku tak ingin berbincang apa-apa....

Tuhan, apakah yang kemarin Kau kirimkan untukku adalah paket yang salah alamat?
Aku hanya ingin tahu itu...

Kebingungan diantara pesan yang tak dibalas dan jaringan yang tidak memihakku...
-wie-

Senin, 23 Januari 2012

Jangan Biarkan Aku Jatuh CInta

Baru saja,
Lekuk senyum bisa terukir jelas di wajahku dalam hitungan hari.
Itu cukup membuktikan bahwa aku bisa berdiri lagi tanpa penopang.
Rasanya berbeda, karena biasanya selalu ada yang menyangga dan aku jadi lemah.
Saat penyangga itu patah, aku pasti terjatuh.

Kali ini datang lagi sebuah cerita, aku tak tahu itu apa.
Tapi jika yang kau bawa adalah sebuah cinta, tak perlu ku tawarkan itu padaku.
Karena apa? Karena aku tak ingin terluka.

Apa kau tetap memaksa?
Jika ya, aku akan mencoba merasakannya.
Asalkan jangan ada janji-janji dalam pigura.
Karena aku tak suka dengan janji.
Yang aku tahu, janji adalah alat penghancur hati yang paling berbahaya, walaupun ia maya.

Sekali lagi, apa kau tawarkan aku sebuah cinta?
Jika ya, tak perlu ada janji. Karena aku benci dengan janji.


Sebuah cerita, di salah satu sudut dunia, walau hanya cerita cinta biasa...
-wie-

Tinggalkan Halaman Ini!!!

Layaknya skripsi, kita mengonsep segalanya untuk hidup kita sendiri. Baik dari tema, visi yang ingin dicapai, teori kemungkinan yang akan dihasilkan, maupun sesuatu yang dilakukan,  sampai dengan hasil yang digapai dari serangkaian proses skripsi kehidupan ini.

Tapi, yang namanya bikin skripsi ga sehari jadi kan?
Ada proses dimana kita harus bimbingan berkali-kali, lembaran demi lembaran dicoret sesuka hati oleh sang pembimbing kita, sampai terkadang sakit hati sendiri melihat pikiran-pikiran yang tertuang dalam lembaran kertas itu dikritisi tanpa basa basi.

Tapi itulah gunanya sang pembimbing, corrector yang mengingatkan sela-sela yang salah dalam setiap proses. Bukannya kita tidak akan maju kalau tidak menerima koreksi dan kritikan?

Dan setelah dikoreksi berkali-kali, jangan betah untuk tetap ada di halaman yang itu-itu saja ya. Go to the next page kalo kata orang-orang yang doyan makan roti keju mah.Huehehehe...

Sampai pada akhirnya,
Kita dituntut untuk menyimpulkan sendiri apa yang telah kita lakukan,baik efek negatif maupun positif yang dihasilkan dari perlakuan-perlakuan tersebut.

Baiklah, kali ini saya pikir saya sudah bisa melanjutkan skripsi hidup saya ke halaman berikutnya...
-wie-

Minggu, 22 Januari 2012

Teori Komparasi Tulang Rusuk


Masih ingat tidak dengan ungkapan "wanita adalah tulang rusuk pria"?

Menggelitik ya ungkapan itu. Dulu, waktu saya masih sangat muda dan belia, pemahaman akan tulang rusuk itu saya terapkan dipikiran saya secara harfiah. Bahwa jumlah tulang rusuk pria lebih sedikit satu ruas daripada tulang rusuk wanita, karena satu tulang rusuk yang hilang itu adalah sang wanita yang akan menjadi pendamping pria seumur hidupnya.

hhhhmmmm...
Tahu tidak apa yang saya pikirkan beberapa waktu belakangan ini?

"Komparasi"
Ya, sebuah perbandingan yang mencengangkan bahwa pria dan wanita rasionya adalah 1 : 5 untuk saat ini di dunia. Itupun sudah dijumlahkan dengan sebagian kelompok pria setengah matang alias pria berjiwa wanita.
Jadi, ungkapan diatas sekarang sudah tidak bisa diterapkan donk? Atau tetap bisa diterapkan dengan catatan kaki dibawahnya? Bahwa satu ruas tulang rusuk mewakili lima orang wanita?

Saya masih belum paham dengan ungkapan ini. Siapa ya yang menciptakan ungkapan ini pada mulanya? Ada yang bisa beritahu saya?

Yang pasti, saya diracuni oleh pengetahuan bahwa kemungkinan sperma kromosom X (penentu jenis kelamin wanita) akan lebih bertahan dalam perjuangan menuju ovum, dibandingkan kromoson Y (penentu jenis kelamin pria). Karena "buntut kecebong" nya lebih panjang sehingga lebih lincah bergerak.

Jadi, seharusnya saat di dunia pun, wanita lebih tahan tempaan dan ujian dalam berbagai hal daripada pria ya...
Menurut kamu, bagaimana? Apakah sesuai dengan Teori Komparasi Tulang Rusuk asal-asalan ala saya?


Sampai saat ini, pikiran saya terganggu dengan komparasi ini...
Kenapa? Karena persaingan ketat ini akan membuat wanita menjadi saling tusuk baik secara terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi.
-wie-

Menyikapi Langkah Kaki

Tidak terasa ya sudah hampir habis hari-hari di Januari tahun ini. Terasa tidak, ada banyak hal yang berubah? 

Kemarin saat kamu bilang saya sudah lebih kuat, itu benar. Karena banyak suplemen dan multivitamin yang saya tenggak dalam beberapa bulan ini. Rasanya macam-macam. Tapi yang paling kental terasa sih rasa asam. Tidak apa-apa, saya suka rasa asam, bila dicampur sedikit rasa manis akan menghasilkan sensasi segar dari rasa itu sendiri. Dan rasa pahit, saya tidak suka. Tapi, rasa itu kan cuma di awal jalur pencernaan saja. Ketika sudah tertelan, tugas organ-organ dalam menyerap dan mengolahnya menjadi 'sesuatu' yang berguna untuk kita. 

Tapi, kamu salah... 
Saat kamu bilang saya sudah bisa lupa. Syukurlah Tuhan tidak mengabulkan permintaan 'bodohku' waktu itu. Terbayang kan kalau saya amnesia tiba-tiba. Semua pengetahuan yang saya kumpulkan tentang dunia dan kehidupan menguap tiba-tiba. 

Tinggal bagaimana menyikapinya saja sih, penyesuaian dengan keadaan. Mmmm...mungkin istilahnya saya bisa keluar dari labirin yang menyesatkan ini karena langkah kaki saya tak lagi tertuju pada emosi.

Kalau sekarang saya bilang kamu yang berubah, apakah kamu keberatan? Karena seingat saya, kamu pernah bilang 'saya akan tetap seperti ini'. Tapi, tak sedikitpun ada kabar, dari mulutmu sendiri. 

Siapa yang di'amnesia'kan oleh Tuhan? Mudah-mudahan bukan salah satu dari kita berdua ya, dan bukan kita berdua. 

Saya selalu berusaha menyikapi langkah kaki ini untuk lurus dan terus maju, Kalau kamu? 

Terbangun dari lelapnya mimpi di minggu sore... 
-wie-

Sabtu, 21 Januari 2012

Sudut Pandang

Setiap kali istirahat di waktu-waktu saya sedang bekerja seperti sekarang ini, saya dan teman-teman kantor makan di sebuah kantin mall di depan kantor.Masakan sederhana ya, kantin mall, bukan foodcourt mall,hehe...

Dan setiap kali saya selesai makan siang, saya selalu melihat ke sebuah pohon besar yang berdiri di pembatas jalan. Ya, pohon itu besar sekali, sampai-sampai menutupi hampir sebagian gedung tempat dimana saya bekerja. Tapi rindang, dan menyejukkan ketika melintas dibawahnya untuk menyebrang.

Suatu kali, saya menyempatkan diri untuk beribadah siang lebih awal di musholla kantor. tempatnya tidak terlalu luas, namun nyaman. Selesai beribadah, saya habiskan waktu duduk santai di musholla sambil bermain-main dengan ponsel saya. Kali ini saya sendiri, tidak bersama teman-teman saya karena mereka sedang makan siang sedangkan saya sedang berpuasa. Sedikit jenuh dengan ponsel, saya melirik ke jendela yang hanya satu-satunya itu. Beranjaklah saya kesana, ingin melihat suasana diluar seperti apa.

Terbayang tidak seperti apa suasana diluar?
Panas, dan luas....
Dimana ya pohon besar rindang yang biasa saya tatap setiap kali selesai santap siang? Oh itu, rupanya disana. Kecil sekali. Dan dari sini terlihat tidak memberikan efek apa-apa bagi saya.

Tersadar dan tersenyum....
Jadi, selama ini saya selalu memandang dari sudut pandang yang sama. Terpaku pada sebuah pohon yang mengagumkan menurut pikiran saya.

Padahal, jika saja sejak lama saya melihat melalui jendela, mungkin saya tidak terlalu kagum melihat pohon itu. Seperti sekarang ini...


Mencoba tersenyum...
-wie-

Sabtu Pagi Yang Hangat

Sudah lama ya tidak merasakan hal seperti ini. Menikmati pagi dengan setumpuk sms dari teman-teman lama yang juga sudah lama tidak berjumpa. Tumben sekali. Dan entah mengapa saya kali ini sangat bergairah membalasnya satu persatu, hingga menjadi serangkaian obrolan hangat di pagi hari. 

Ada satu hal yang membuat saya tersenyum. Ketika serangkaian kalimat bernuansa 'Apa kabar?' 'Sehat?' dan 'Kapan pulang?' terpampang di layar ponsel, saya tersadar ternyata tema-teman merindukan saya setelah lama saya menghilang dari mereka. Satu pertanyaan satu jawaban. Dan pertanyaan lainnya susul-menyusul. 

Sampai ke pertanyaan selanjutnya yang membuat saya menjadi berpikir lama untuk membalasnya. 'Sekarang sama siapa? Udah dapet pacar yang baru? Udah dapet pengganti? Deket sama siapa?' seperti itulah kira-kira yang ditanya. 

Hhhmmmmm...bagaimana ya menjawab pertanyaan-pertanyaan itu? Karena jawaban yang tidak bijak bisa 'menggaringkan' obrolan pastinya,atau menimbulkan pertanyaan lain yang makin rumit untuk dijawab. 

sabtu pagi yang hangat... 
-wie-

Jumat, 20 Januari 2012

Bukan Kudapan Biasa

Ini bukan cerita tentang suasana tempat berjualan ayam goreng terkenal, juga bukan donat dan roti yang bermerk, apalagi pizza dan pasta yang iklannya selalu muncul di tv. Ini hanya semangkuk kudapan biasa, dengan rasa yang luar biasa. 

Ya, hanya semangkuk bakso. Seonggok bakso besar dibelah 6 tanpa terputus, nampak seperti mawar, hanya saja kelabu. namun tetap cantik, walau dengan penyajian sederhana. 

Lalu, apa yang luar biasa? Tidak ada. Tidak ada yang luar biasa, baik dari rasa bakso maupun suasana warungnya. Hanya warung biasa saja. Tapi, disana ada sebuah rasa manis yang auranya selalu menebar setiap kali saya kesana, baik sendiri ataupun tidak sendiri. Rasa yang menyamankan, paling tidak untuk pribadi saya sendiri. Itu yang istimewa. 

Awalnya sederhana, saya lapar, dia lapar. Dan kami menemukan warung bakso tidak jauh dari tempat dimana kami merasakan kelaparan. Lalu melangkahlah kami kesana, memesan bakso yang masing-masing sudah pada porsinya. Kami mulai meracik campuran bumbu tambahannya, saus, sambal, kecap, dan cuka. Lalu kami mulai menikmati sesuap demi sesuap. Asin, manis , pedas, dan sedikit asam berbaur menjadi satu,dan masing-masing tetap merasakan apa yang sudah diracik. Tapi aura manis tetap begitu kental terasa. 

Sampai suatu saat, mungkin masing-masing dari kami saat itu tidak begitu lapar. Atau sebenarnya ingin mencicipi kudapan lain. Tapi kami tetap memesan bakso itu, meracik bumbu tambahannya. Entah mengapa, rasanya hambar. Ada yang salah dengan bumbunya. Atau terlalu sering memakan kudapan ini. Ketika ditambahkan bumbu racikan tambahan, ternyata saranya makin tak karuan. Sambal yang terlalu banyak menjadikan baksonya terlalu pedas berbaus dengan asam cuka yang berlebihan, tentu sangat asam. Dan saya berpikir, dengan menambahkan lebih banyak kecap, mungkin rasanya sedikit ternetralisir. Tapi apa yang terjadi? Rasa manisnya pergi, kecap yang terlalu banyak menjadikan campuran itu pahit, dan sangat berantakan rasanya... 

Ok, untuk kali ini saya menyerah. Tidak ingin makan bakso dulu. Lebih baik menunggu lapar yang amat sangat, karena rasa lapar akan meningkatkan minat penyantap makanan. Benar kan? 
Tapi, rupanya dia tidak tahan dengan lapar, atau memang bosan dengan kudapan yang itu-itu saja... 

Disini saya bercerita tentang saya, dan tak ingin terlalu berlaku spekulatif terhadap pihak manapun. Lalu apa selanjutnya? 

Saya takut, takut melihat bakso yang bentuknya seperti mawar itu. Juga takut meracik campuran sambal, kecap, saus, dan cukanya. Tapi rasa penasaran menghampiri saya, karena saya pernah merasakan nikmatnya racikan bakso ala saya. Dan saya pun kali ini melangkah sendiri, ke warung bakso itu, memesan hanya semangkuk bakso, meracik campuran baru. Mungkin kali ini racikannya lebih sederhana, sedikit sambal dan sedikit kecap. Rasanya ternyata ringan, dan nikmat. Memang berbeda dengan racikan bakso yang saya buat dahulu, tapi saya menyukainya. 

Mmmm... 
Kali ini saya coba nikmati sendiri dulu. Mungkin kedepannya saya akan ajak kamu untuk menikmati bakso disudut jalan ini bersama-sama. Dan, saya suka racikan ini, semoga kamu juga suka. 

Mari makan bakso dengan saya. 

:) 
-wie-

Kamis, 19 Januari 2012

Aku Ingin Mengejar Rezeki, Tanpa Terobsesi...


Sedih ya,
Jika saja apa yang sudah sangat lama kita pikirkan, rencanakan baik-baik, jalankan prosesnya sampai tertatih, ternyata menghasilkan sesuatu yang tidak luar biasa. Sepertinya usaha maksimal yang sudah dilakukan jadi sia-sia.
Bandingkan dengan orang lain diluar sana, yang hidupnya santai-santai saja, go with the flow, ternyata mendapatkan sesuatu yang tak disangka, sampai-sampai kadang membuat kita iri.

Kalau dipikir-pikir, apakah ini adil?  

Mmmmm….
Bisa ya, bisa juga tidak.
Mungkin, kalau saja kita memaksakan segalanya, Tuhan tetap mengabulkan. Tapi tetap saja itu tidak baik, bagi diri kita dan juga yang lainnya. Bukankah kita menginginkan hal-hal yang baik?

Dulu, kira-kira seperti ini. ..
Saya terobsesi pada suatu hal, dan itu membuat saya gila. Sampai pada suatu titik, kegilaan saya pada hal tersebut memuncak. Dan tahu apa yang terjadi? Obsesi itu ternyata adalah rezeki untuk saya, dan bisa saya gapai. Saya simpan rapi, menjaganya, dan terus menerus menggilainya hingga ambang batas yang tidak wajar, sangat tidak wajar. Dan pada akhirnya, di suatu sore, rezeki itu direnggut. Sakitnya terasa melebihi apapun, tapi itu tidak membuat saya mati.

Satu hal yang saya pikirkan saat ini adalah saya tidak  hidup selamanya, dan saya ingin mengakhirinya.
Karena aku ingin mengejar rezeki, tanpa terobsesi.
-wie-