Kisah

Jumat, 20 Januari 2012

Bukan Kudapan Biasa

Ini bukan cerita tentang suasana tempat berjualan ayam goreng terkenal, juga bukan donat dan roti yang bermerk, apalagi pizza dan pasta yang iklannya selalu muncul di tv. Ini hanya semangkuk kudapan biasa, dengan rasa yang luar biasa. 

Ya, hanya semangkuk bakso. Seonggok bakso besar dibelah 6 tanpa terputus, nampak seperti mawar, hanya saja kelabu. namun tetap cantik, walau dengan penyajian sederhana. 

Lalu, apa yang luar biasa? Tidak ada. Tidak ada yang luar biasa, baik dari rasa bakso maupun suasana warungnya. Hanya warung biasa saja. Tapi, disana ada sebuah rasa manis yang auranya selalu menebar setiap kali saya kesana, baik sendiri ataupun tidak sendiri. Rasa yang menyamankan, paling tidak untuk pribadi saya sendiri. Itu yang istimewa. 

Awalnya sederhana, saya lapar, dia lapar. Dan kami menemukan warung bakso tidak jauh dari tempat dimana kami merasakan kelaparan. Lalu melangkahlah kami kesana, memesan bakso yang masing-masing sudah pada porsinya. Kami mulai meracik campuran bumbu tambahannya, saus, sambal, kecap, dan cuka. Lalu kami mulai menikmati sesuap demi sesuap. Asin, manis , pedas, dan sedikit asam berbaur menjadi satu,dan masing-masing tetap merasakan apa yang sudah diracik. Tapi aura manis tetap begitu kental terasa. 

Sampai suatu saat, mungkin masing-masing dari kami saat itu tidak begitu lapar. Atau sebenarnya ingin mencicipi kudapan lain. Tapi kami tetap memesan bakso itu, meracik bumbu tambahannya. Entah mengapa, rasanya hambar. Ada yang salah dengan bumbunya. Atau terlalu sering memakan kudapan ini. Ketika ditambahkan bumbu racikan tambahan, ternyata saranya makin tak karuan. Sambal yang terlalu banyak menjadikan baksonya terlalu pedas berbaus dengan asam cuka yang berlebihan, tentu sangat asam. Dan saya berpikir, dengan menambahkan lebih banyak kecap, mungkin rasanya sedikit ternetralisir. Tapi apa yang terjadi? Rasa manisnya pergi, kecap yang terlalu banyak menjadikan campuran itu pahit, dan sangat berantakan rasanya... 

Ok, untuk kali ini saya menyerah. Tidak ingin makan bakso dulu. Lebih baik menunggu lapar yang amat sangat, karena rasa lapar akan meningkatkan minat penyantap makanan. Benar kan? 
Tapi, rupanya dia tidak tahan dengan lapar, atau memang bosan dengan kudapan yang itu-itu saja... 

Disini saya bercerita tentang saya, dan tak ingin terlalu berlaku spekulatif terhadap pihak manapun. Lalu apa selanjutnya? 

Saya takut, takut melihat bakso yang bentuknya seperti mawar itu. Juga takut meracik campuran sambal, kecap, saus, dan cukanya. Tapi rasa penasaran menghampiri saya, karena saya pernah merasakan nikmatnya racikan bakso ala saya. Dan saya pun kali ini melangkah sendiri, ke warung bakso itu, memesan hanya semangkuk bakso, meracik campuran baru. Mungkin kali ini racikannya lebih sederhana, sedikit sambal dan sedikit kecap. Rasanya ternyata ringan, dan nikmat. Memang berbeda dengan racikan bakso yang saya buat dahulu, tapi saya menyukainya. 

Mmmm... 
Kali ini saya coba nikmati sendiri dulu. Mungkin kedepannya saya akan ajak kamu untuk menikmati bakso disudut jalan ini bersama-sama. Dan, saya suka racikan ini, semoga kamu juga suka. 

Mari makan bakso dengan saya. 

:) 
-wie-

2 komentar: